Lomba Cipta Lagu Dangdut (LCLD) 2013 Dan Perubahan Gaya Hidup Masyarakat Dangdut

Saya bukan musisi, bukan produser, bukan pula pencipta lagu, apalagi penyanyi  dangdut ! Dan perlu saya sampaikan di alinea pertama ini bahwa saya tidak fanatik terhadap salah satu jenis musik, tak terkecuali dangdut.

Saya masih ingat ketika di tahun 1992-an untuk pertama kalinya saya bekerja sebagai penyiar di Radio yang kala itu menduduki peringkat pertama dengan jumlah pendengar terbanyak di Jakarta, dan radio tersebut memutar hanya satu jenis musik yaitu Dangdut. Dan itulah kali pertama saya bersinggungan secara intensif dengan musik dangdut, sebagian penyanyi-penyanyinya, penciptanya, produsernya dan para pelaku industri musik dangdut lainnya. Kini setelah 15 tahun waktu berselang, yaitu sejak saya berhenti bekerja di Radio pada tahun 1998, bersyukur saya masih berkesempatan berinteraksi kembali dengan nama-nama besar di industri musik Dangdut, meski sebatas hanya membantu memfasilitasi panitia Lomba Cipta Lagu Dangdut Nasional 2013 dalam mempromosikan perhelatan yang diselenggarakan oleh Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia, yang disingkat PAMMI (entah kenapa singkatannya bukan PAMMDI).

Karena sudah lama tidak berinteraksi dengan dangdut, tentu referensi yang masih segar dalam ingatan saya adalah pengalaman saya 15 tahun lalu, manakala musik dangdut begitu digemari masyarakat, setidaknya oleh para pendengar radio dimana saya bekerja. Saya ingat betul sekitar tahun 1992 -1994, radio-radio se-Jabodetabek, mungkin juga radio-radio di daerah lain, ramai-ramai menyelenggarakan lomba karaoke dangdut setiap minggu. Dan masih  saya ingat, setiap minggu itulah seolah kami menyelenggarkan hajatan besar dengan banyaknya penonton dan pedagang yang membanjiri studio radio kami. Bukan hanya studio radio tempat saya bekerja tapi pernah saya lihat radio lain yang menyelenggarakan acara serupa juga dibanjiri oleh penonton dari berbagai pelosok hingga dari ujung jangkauan siarnya.

 Unik memang, bagaimana Radio-radio yang memutar lagu Dangdut kala itu membangun relasi dengan penggemarnya. Mereka menyelenggarakannya dengan menyediakan panggung di halaman studio radio masing-masing dengan perlengkapan panggung berupa sound system, tenda-tenda dan bahkan hadiah dari sponsor untuk para pemenang. Di ajang seperti ini pulalah bertemunya antara sesama pendengar, dan tentu saja dengan penyiar-penyiar. Interaksi yang sangat khas yang saya yakin tidak terjadi di radio-radio non-dangdut, di situlah saya sedikit tahu bahwa dibalik setiap musik, ada gaya hidup yang mengiringi.

Untuk mengulas Dangdut sebagai gaya hidup pada waktu itu, nampaknya perlu dijelaskan situasi yang terjadi.

Saya beruntung merasakan saat-saat dimana radio masih begitu digemari masyarakat. Kala itu stasiun televisi selain TVRI baru ada  RCTI (thn 89), SCTV (thn 90), dan TPI (thn 91) yang belum mengekspos Dangdut secara besar-besaran. Tak heran bila acara-acara lomba karaoke Dangdut di radio menjadi ajang yang menjadi cikal bakal lahirnya penyanyi-penyanyi Dangdut waktu itu.

Selain itu, industri musik Indonesia belum mengalami tekanan akibat perubahan teknologi. Waktu itu saya ingat, masih harus mempersiapkan kaset-kaset sebelum siaran dengan alat pemutar khusus yang dibuat dari dinamo bekasaa tape recorder. Kadang kita dapat arahan dari senior untuk memutar lagu baru, sudah jadi rahasia umum saat itu kalau para senior itu mendapat semacam uang khusus dari produser untuk memutar lagu-lagu yang sedang promo sesering mungkin. Itu memberi gambaran bahwa pada saat itu produser begitu berperan mempromosikan lagu-lagu yang dikeluarkan labelnya.

Tekhnologi pada masa itu memang masih belum seperti saat ini, HP hanya dimiliki segelitir orang-orang kaya, internet hampir tidak ada orang yang mengenalnya, bahkan telepon rumah tidak semua orang miliki. Sehingga pendengar radio kerap antri di telepon umum, hanya sekedar untuk mengucap salam pada keluarga, teman dan mungkin “gebetannya”.

Kini jaman telah berubah. Banyak TV sudah menyajikan berbagai hiburan tanpa harus keluar rumah. Acara-acara off air radio tidak lagi dibanjiri pendengarnya. Penggemar-penggemar lagu dangdut tidak lagi hanya mendengar dari radio, tapi sudah lewat HP, Ipod, MP3 player, yang semuanya serba digital. Tidak perlu mengucapkan salam-salam lewat radio, tapi cukup lewat sms, bbm, status di jejaring sosial atau layanan pesan singkat dan sosmed lainnya. Komunitas-komunitas Dangdut saat ini banyak dibangun di dunia maya,  mereka berkumpul tidak lagi hanya sekedar berkumpul, namun telah membentuk gaya hidup baru yang original jamannya. Mereka lebih terbuka dalam berpendapat, dan dapat menerima perbedaan dengan lebih baik. Mereka mencintai Dangdut dengan cara yang mungkin berbeda.

Dengan semangat memahami masyarakat Dangdut saat ini, meski tidak hanya untuk pemula, penyelenggaraan LCLD yang tidak menyertakan pencipta-pencipta lagu ternama sebagai peserta, saya nilai sangat tepat, selain untuk mendorong regenarasi pencipta lagu dangdut, juga untuk menangkap apa sebetulnya yang menjadi perhatian masyarakat dangdut di era digital dan internet saat ini.

Tantangan selanjutnya bagi PAMMI agar tetap eksis menjalankan visi dan misinya adalah bagaimana mendorong anggotanya agar dapat mengantisipasi perubahan gaya hidup masyarakat dan melahirkan pendekatan-pendekatan lirik, musik dan aransemen yang lebih sesuai namun tidak keluar dari pakem-pakem Dangdut sebagai sebuah jenis musik.

 Selamat mencintai Dangdut, Salam !

 Oleh : Hony Irawan / Penggiat Kampanye Publik, Mitra LCLD

About LCLD PAMMI 2013

Lomba Cipta Lagu Dangdut Nasional (LCLDN) adalah sebuah ajang lomba cipta lagu Dangdut berskala nasional dalam rangka menjaring lagu Dangdut berkualitas yang pada akhirnya akan dijadikan album rekaman para penyanyi dan musisi Dangdut nasional serta menjadi Semarak Road Show Dangdut Nasional.
This entry was posted in Artikel and tagged , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment